INOVASI REFINERY GARAM MADURADENGAN
TEKNOLOGI TUPEMNAS
Lomba essay se-Madura
Oleh:
Siti romlah
Muna Alfadlilah
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2017
Pendahuluan
Garam
merupakan salah satu komoditas yang berperan penting dalam peningkatan devisa
negara. Garam dibutuhkan oleh masyarakat dalam berbagai sektor baik sektor
rumah tangga maupun industri. Layaknya sebuah negara yang berkembang, penurunan impor dan peningkatan ekspor suatu
komoditas sangat diharapkan. Sumber daya yag dimiliki oleh Indonesia memiliki
potensi untuk mendukung swasembada garam. Dalam konteks pemenuhan garam
nasional, Indonesia merupakan negara yang memilki garis pantai terpanjang kedua
di dunia sehingga dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan garam nasional dan
menjadi salah satu negara eksportir garam terbesar di dunia.
Produksi garam nasional
di Indonesia sepanjang tahun 2016 mengalami keterpurukan yang sangat besar. Hal
itu ditandai dengan gagalnya produksi garam mencapai target nasional yang
ditetapkan Pemerintah Indonesia. Di sepanjang tahun tersebut, produksi garam konsumsi
hanya sanggup mencapai 144.009 ton saja. Jumlah tersebut hanya 4,6 persen dari
target 3 juta ton[1].
Dari hal tersebut maka menuntut indonesia untuk impor garam dalam rangka
menutupi kekurangan dari kebutuhan garam nasional.
Madurayang biasa
dikenal dengan sebutan pulau garam mempunyai peran penting dalam mendukung
ketersediaan garam nasional. Tambak garam yang dimiliki Madurasebanyak 4.572
petak dengan wilayah-wilayah utama penghasil garam antara lain, Sumenep,
Pemekasan dan Sampang[2]. Produksi
garam di Madurapada tahun 2016 mengalami penurunan sekitar 2 ton per petak dari
pada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan produksi tersebut disebabkan karena
kondisi cuaca yang tidak menentu. Akibat fenomena alam berupa kemarau basah
(lanina) yang melanda Maduramenyebabkan turunnya kuantitas dan kualitas garam
lantaran cuaca yang tidak menentu. Hal tersebut dapat mengurangi nilai jual
garam tersebut.
Selain
itu, Permasalahan utama yang dihadapi produsen garam lokal saat ini adalah
belum tersedianya refinery garam. Refinery garam digunakan oleh produsen garam
untuk melakukan proses pengkristalan dan pemurnian garam dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produksi garam
yang lebih besar dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi dalam waktu yang
singkat. Sejauh ini, pengolahan garam masih dilakukan dengan cara konvensional,
sehingga membutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang untuk menghasilkan
garam yang siap pakai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan sebuah
teknologi dalam pengelolaan produksi garam di Maduraguna meningkatkan produksi
garam nasional yang lebihberkualitas dan dalam jumlah yang lebih besar.
Pembahasan
Data BPS mencatat
bahwa 60% garam berasal dari madura, itu artinya bahwa Maduratermasuk wilayah
yang banyak menghasilkan garam sampai sekarang.[3]Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan produksi garam yaitu
dengan menerapkan suatu teknologi pendukung seperti Tupemnas (tungku pemanas) pada
pengolahan lahan garam yang ada di Madura. Teknologi ini memilikikonsep yang mudah
diterapkan yang dapat mendukung untuk pengolahan garam secara efisien dan
optimal dalam meningkatkan nilai tambah dan memudahkan memproduksi garam secara
bersih.
Kita awali
dengan pola pemahaman teknologi masyarakat yang ada di Madura. Secara umum
masyarakat Maduramemilliki pemahaman yang rendahdalam pemanfaatan teknologi
zaman sekarang. Seiring perkembangan zaman dan teknologi semakin maju
diperlukan adanya pemanfaatan teknologi secara optimaldengan pola fikir maju,
tetapi masyarakat Maduramasing kurang
dalam hal ilmu pengetahuan. Maka dengan itu perlunya adanya sosialisasi yang
lebih luas tentang informasi menyeluruh terkait teknologi dan potensi Maduratersebut,
kemudian dilanjutkan dengan praktek untuk pemanfaatan teknologi dan sumber daya
alam yang ada disekitar masyarakta madura.
Sosialisasi
dilakukan dalam bentuk memperkenalkan teknologi yang dapat diterapkan dalam
pengelolaan garam di Madura. Diantaranya adalah dengan menggunakan teknologi
Tupemnas. Penerapan sistem tersebut
didasarkan pada tungku pemanas untuk menguapkan air kristal garam yang terlarut.
Inovasi teknologi ini akan memberikan peningkatan nilai tambah dalam proses
produksi secara kuantitatif dan kualitatif. Sistem ini juga membentuk
pengolahan garam yang baik dan bersih tanpa wana kecoklatan. Tidak hanya itu,
jika dibandingkan dengan pengelolaan garam secara tradisional, penerapan
teknologi tupemnas ini membutuhkan waktu yang relatif singkat. Jika pada proses
produksi garam tradisional yang menggunakan sinar matahari dibutuhkan waktu
produksi sekitar 10-15 hari dalam 1 operasi, namun dengan teknologi tupemnas,
proses produksinya beberapa kali lebih singkat. Operasional produksi pabrik ini
berjalan setiap hari yaitu jam 07.30-16.00 dengan jangka waktu istirahat dari
jam 12.00-13.00.
Pengaplikasian
konsep teknologi tupemnas ini diawali dengan bebeberapa langkah, diantaranya:
1.
Bahan
baku air laut dengan volume tertentu dialirkan pada tungku pemanas I sesuai
dengan kapasitas tungku pemanas tersebut.
Bahan baku air laut tadi akan dideteksi jumlah volumenya dan nilai kesadahannya
secara uji titrasi sederhana. Sehingga bisa ditentukan jumlah reagen yang
diperlukan untuk mengendapkan ion Ca 2+ dan ion Mg 2+.sehingga kedua ion tadi
akan terendapkan lebih dahulu dan dipisahkan.
2.
Larutan
garam (air laut) yang telah dipisahkan dari endapan Mg dan Ca, dipanaskan
sehingga seluruh pelarut air menguap dan tersisa endapan kristal garam NaCl
yang kemungkinan masih mengandung ion-ion pengotor.
3.
Kristal
garam NaCl yang telah terbentuk diayak sehingga bentuk dan ukuran kristalnya
lebih kecil dan halus, proses ini untuk memperluas permukaan kristal NaCl dan
mempermudah pemisahan garam NaCl dari pengotor-pengotor yang terjebak diantara
butiran kristal. Kemudian dicuci dengar air kembali. Proses ini dilakukan untuk
meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan. Air yang digunakan berasal dari
air hasil kondensasi proses awal yaitu penguapan air laut.
4.
Kemudian
larutan garam jenuh diuapkan kembali dengan pemanasan sehingga terbentuk
kembali kristal garam dengan kualitas yang lebih baik (proses rekristalisasi).
Garam NaCl yang terbentuk kemudian diolah selanjutnya sesuai kebutuhan menjadi garam
dapur atau garam industri.[4]
Analisis
perhitungan produksi dari implementasi teknologi ini dapat dilakukan sebagai rencana
spesifikasi tungku pemanasan: jari-jari = 2 meter, tinggi = 4 meter, sehingga
kapasitas tungku pemanasan= Π x r2 x t = 3,14 x 22 m x 4
m = 50,24 m3 = 50.240 liter
. Setiap hari dilakukan 4 kali operasi, setiap operasi dialirkan volume air
laut sejumlah 50.200 liter, dengan rata-rata kadar garam pada air laut adalah
33 gram/1 liter.
Sehingga dapat dihasilkan maksimal= 50.200 x 33 gram =1.656.600
gram= 1.656,6 kg .
Hasil produksi dalam 1 hari = 4 kali operasi x 1.600 Kg = 6.400 Kg
Hasil produksi dalam 1 tahun = 6.400 Kg x 300 hari efektif =
1.920.000 Kg = 1920 ton.
Jadi jika tersedia 2 tungku dengan ukuran jari-jari 2 meter dan
tinggi 4 meter maka kapasitas produksi garam yang akan dihasilakan adalah 3840
ton/tahun (2 x 1920=3840). Angka tersebut akan semakin tinggi jika kita meningkatkan
kapasitas tungku atau menambah jumlah tungku. Secara kuantitas, tentu hasil
proses tradisional jauh dibawah hasil proses produksi dengan menggunakan tungku
pemanasan.
Pemaparan
diatas menjadi alasan untuk mengambil tindakan baru yaitu menerapkan teknologi Tupemnas
sebagai pendukung dalam meningkatkan potensi Madurasekarang ini. Dengan penerapan
tersebut mempunyai tujuan yang lebih diarahkan untuk meningkatkan pengolahan
lahan garam dan diharapkan dapat mendukung produktivitas pengolahan garam di
Madura. Pada penerapan teknologi ini masyarakat diberikan suatu bentuk
pelatihan dengan mengandalkan stakeholders (pemerintah (pemerintah pusat dan
pemerintah daerah), investor, dan perangkat-perangkat desa setempat) sebagai
motoriknya dan menyediakan segala kebutuhan input produksi untuk meningkatkan
produktivitas garam di madura.
Penutup
Garam merupakan salah
satu komoditas yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Dari beberapa
kendala dalam produksi garam saat ini berupa kondisi lingkungan yang tidak
menentu maka diperlukan teknologi untuk memelihara produktifitas garam di
madura. Solusi yang ditawarkan adalah dengan penerapan konsep teknologi Tupemnas.
Dengan teknologi Tupemnas ini maka akan memberikan nilai tambah dalam menjaga
kuantitas serta kualitas garam lokal madura.
Pengembangan beberapa
teknologi terbaru yang mudah diterapkan oleh masyarakat diharapkan mengurangi
angka kemiskinan dengan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat sebagai
pengaplikasinya, dan yang pasti ikut menambah nilai ekonomi masyarakat dalam potensi
sumber daya alam di madura.
Daftar pustaka
BPS.
2016. Jawa timur dalam angka. Surabaya.
Maduraku.
19 Agustus 2016. Produksi garam Maduracapai
914.484 Ton.
Wahyu, Aji dan Hendra Gunawan. 2017. Menyedihkan, Target Produksi Garam 2016
hanya tercapai 4,6 persen. Tribbunnews. Diakses pada tanggal 26 April 2017.
Wustoni, shofarul, Almasul Alfi dan
Aisyah. 2015. Inovasi proses produksi
garam untuk kemandirian Indonesia.
ITB.
[1]Aji wahyu dan
hendra gunawan. Menyedihkan, Target
Produksi Garam 2016 hanya tercapai 4,6 persen. Tribbunnews. 2017.
[2]BPS. Jawa timur dalam angka. Surabaya. 2016.
[3]Maduraku.
Produksi garam Maduracapai 914.484 Ton.19
Agustus 2016.
[4]Wustoni,
shofarul, Almasul Alfi dan Aisyah. Inovasi
proses produksi garam untuk kemandirian Indonesia. ITB. 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar