Creativity Competition for Disaster Risk Reduction
Membangun Ketangguhan Masyarakat Terhadap Bencana Alam Banjir Melalui Kearifan Lokal di Jawa Barat
Diajukan oleh:
Muna Alfadlilah
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
BANGKALAN
2017
Membangun Ketangguhan Masyarakat Terhadap Bencana Alam Banjir Melalui Kearifan Lokal di Jawa Barat
Muna Alfadlilah
Universitas Trunojoyo Madura
Abstrak
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sebelah Barat berbatasan dengan selat Sunda, di sebelah utara laut Jawa dan Jakarta. Provinsi ini juga terkenal akan adat istiadat dan budaya Pasundan yang telah ada sejak zaman dahulu. Tapi daerah yang kaya akan sumber daya alam dan budaya ini kemudian di sebut menjadi salah satu daerah yang rawan akan bencana alam seperti, gempa bumi, gunung meletus, banjir dan tanah longsor. Bencana alam tersebut sering kali menimbulkan kerugian materil maupun nonmateril di tengah masyarakat. Untuk mencegah timbulnya kerugian yang besar itu, maka upaya yang harus segera dilakukan adalah membangun ketangguhan masyarakat terhadap bencana alam, kemudian mencoba merefleksikan melalui nilai budaya dengan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Pasundan. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menganalisa bentuk kearifan lokal masyarakat yang ada di Jawa Barat (Pasundan) dalam menghadapi bencana alam terutama banjir. Hal ini dilakukan agar masyarakat dan semua pemangku kepentingan, baik pemerintah dan sektor lain dalam masyarakat dapat melakukan manajemen bencana dengan baik. Metode dalam karya tulis ilmiah ini adalah metode deskriptif-kualitatif, dimana bertujuan untuk memberikan gambaran yang mendetail dan spesifik tentang kearifan lokal yang ada dalam masyarakat Jawa Barat, terutama dalam menghadapi bencana banjir. Dengan adanya karya tulis ilmiah ini diharapkan masyarakat Jawa Barat akan diadakan proses penanggulangan dan manajemen bencana yang akan berjalan baik, dan bukan hanya mengedepankan kerja sama sektroal saja, akan tetapi bisa menempatkan kearifan lokal sebagai tujuan utama dalam menciptakan masyarakat yang tagguh bersama.
Kata kunci: banjir, bencana, kearifan lokal, ketangguhan masyarakat
BAB 1
Pendahuluan
1. Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang mempunyai banyak kepulauan seperti Jawa, Bali, Sumatera dan Madura (kompasiana.com). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki kearifan lokal dan budaya yang menjadi keunggulan bagi masyarakat di Indonesia. Menurut penelitian kemdikbud RI tahun 2016 kearifan lokal dalam sistem budaya di Indonesia tercermin dalam keberagaman agama, keberagaman suku/etnis, dan keberagaman bahasa. Menurut PODES 2014 terlihat bahwa sebanyak 71,8 persen desa di Indonesia memiliki warga dari beberapa suku/etnis. Indonesia memiliki keragaman budaya serta memiliki ciri khas yang berbeda dalam setiap kepulauan salah satunya Jawa Barat.
Salah satu bentuk budaya adalah kearifan lokal. Kearifan lokal dapat didefinisikan suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandang hidup (way of life) yang megakomodasi kebjikan (wisdom) dan kearifan hidup (Kemdikbud, 2016). Sedangkan menurut Akhmar dan Syarifudin (2007), kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Secara substansial, kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam tatanan masyarakat. Di Indoesia kearifan lokal merupakan filosof dan pandangan hidup yang diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan seperti dalam tata nilai sosial ekonomi, arsitektur, kesehatan, tata lingkungan dan sebagaianya. Misal kearifan lokal pada masyarakat Kasepuhan Pancer pengawinan dikampung Dukuh, Kabupaten Garut, provinsi Jawa Barat dikenal dengan upacara tradisonal, mitos, tabu sehingga pemanfaatan hutan dilakukan dengan hati-hati dimana tidak diperbolehkan untuk exploitasi berlebih kecuali ijin sesepuh adat. Seringkali kearifan lokal menjadi dasar dalam mengambil kebijakan pada tingkat lokal dalam berbagai bidang mulai dari pertanian, pengelolaan sumber daya alam, dan kegiatan masyarakat khususnya di wilayah pedesaan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang dilanda bencana. Selama periode 2000 sampai 2011, dari sekian banyak bencana secara nasional 77 persen bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi, yaitu banjir, angin puting beliung, dan longsor. Pada bulan januari 2013, terdapat hampir sekitar 120 kejadian bencana di Indonesia. Akibatya bencana tersebut maka 123 orang meninggal, 179.659 orang menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.798 rusak ringan, kerusakan fasilitas umum lainya (BNPB, 2013). Di Indonesia banjir sudah lama terjadi di Jakarta misalnya banjir sudah terjadi sejak 1959, ketika jumlah penduduk masih relative sedikit, banjir jakarta terjadi sejak 1621, kemudian disusul banjir ditahun 1878, 1918, 1909, 1918, 1923, 1932 yang menggenangi pemukiman warga meluapnya air dari sungai Ciliwung, Cisadane, Angke. Setelah Indonesia merdeka, banjir masih terus terjadi di Jakarta pada tahun 1979, 1996, 1999, 2010, 2007 (kompasiana 2012, Fitri Indrawardhono, 2012).
Bagi Indonesia, khususnya provinsi Jawa Barat, banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi, terutama pada saat musim hujan, banyak petani di pantura yang hanya bisa pasrah menyaksikan lahan peranian dan perikanananya hancur diterjang banjir. Ketinggian banjir dapat mencapai lebih dari satu meter. Banjir tidak hanya menggenangi daerah pedesaan tetapi juga kawasan perkotaan. Banjir juga sering terjadi di DAS Citarum terutama dibagian hulu. Banjir terjadi sejak puluhan tahun lalu antara lain 1931, 1984, 1986, 2005, 2007, 2010 dan tahun 2012 (Dinas PSDA Jawa Barat 2009). Salah satu kawasan Citarum hulu yang sering mengalami banjir adalah Cieunteung. Kampung ini biasanya paling parah jika terkena dampak banjir. Provinsi Jawa Barat memiliki kearifan lokal yang begitu kental dengan budaya serta adat istiadat, akan tetapi wilayah Jawa Barat juga salah satu provinsi yang sering terjadi bencana alam. Sebanyak 35 persen kejadian bencana alam di Jawa Barat didominasi karena faktor hidrimeteorologi seperti banjir (Kompas.com). Ditahun 2017 dari Januari hingga Maret, tercatata kejadian kebakaran 81 kali, banjir 62 kali, tanah longsor 170 kali, puting beliung 102 kali dan gempa bumi 59 kali. Kejadian-kejadian tersebut merupakan kejadian bencana yang intensitsnya besar (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa timur, 2017). yang terkena bencana alam yakni kota Sukabumi, Tasikmalaya, Cirebon, dan Garut.
Salah satu bencana yang melanda Jawa Barat yakni banjir, maka dengan adanya banjir tersebut maka sektor yang berada di Jawa Barat tentu akan rusak. Akan tetapi sektor tersebut seharusya dijaga dan mendapatkan peliharaaan yang baik. Karena jumlah korban banjir di Jawa Barat perlu di selamatkan agar manajemen dan penanggulangan yang baik terlaksana maka di butuhkan masyarakat yang tangguh agar dapat membantu dan berkontribusi di setiap bencana banjir menimpa di wilayah Jawa Barat. Jalan keluar yang memungkinkan untuk dilakukan masyarakat tangguh dalam menghadapi bencana alam banjir, maka penulis memberikan gagasan tertulis sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi dan memanajemen bencana banjir terhadap masyarakat di Jawa Barat.
2. Rumusan Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang terdapat pada karya tulis ini yaitu:
1. Bagaimana agar masyarakat tangguh dapat menanggulangi bencana alam banjir ?
2. Bagaimana revitalisasi kearifan lokal dan nilai budaya dalam menanggulangi bencana banjir di Jawa Barat ?
3. Tujuan Permasalahan
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, antara lain:
1. Meningkatkan kinerja masyarakat tangguh dalam menanggulangi dan memanajemen bencana alam banjir.
2. Terciptanya revitalisasi kearifan lokal dan nilai budaya dalam menanggulangi bencana banjir di Jawa Barat
4. Manfaat Permasalahan
1. Memberikan solusi dengan adanya konsep kearifan lokal.
2. Memberikan kontribusi pada masyarakat dalam menghadapi bencana alam banjir.
3. Memberikan arahan untuk menjadi masyarakat tangguh dalam mengahadapi bencana alam khususnya banjir.
BAB II
METODOLOGI PENULISAN
A. TAHAP PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah “ Deskriptif-kualitatif ”. Menggunakan metode “ Deskriptif-kualitatif “ dikarenakan karya tulis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dari kondisi rill permasalahan serta bagaimana penerapan solusinya.
B. TAHAP PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang diperoleh tergolong jenis “ Data sekunder” yang diperoleh dari pengumpulan data dengan menggunakan studi literatur, jurnal ilmiah, dan jurnal internasional. Dimana penulis mendapat sumber dokumenter ( Buku, Artikel, Makalah, Internet, Jurnal dan Undang-Undang serta referensi lain yang mendukung penulisan karya ilmiah.
BAB III
KAJIAN TEORI
1. BANJIR
Banjir adalah suatu keadaan sungai dimana aliran sungai tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering (Aryadi, 2011). Suatu keadaan aliran sungai, dimana permukaan airnya lebih tinggi dari suatu ketinggian tertentu yang pada umumnya ditetapkan sama dengan titik tinggi bantaran sungai (Departemen Pekerjaan Umum, 1992). Banjir juga dapat bisa didefinisikan sebagai aliran yang relatif tinggi dan tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran (Departemen Pekerjaan Umum, 1989). Banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri dan kanan tanggul sungai atau saluran. Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh: (1) perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) pembuangan sampah; (3) erosi dan sedimentasi; (4) kawah kumuh sepanjang alur drainase; (5) perencanaan sis tem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) curah hujan yang tinggi; (7) pengaruh fisiografi/ geofisik sungai; (8) kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) pengaruh air pasang; (10) penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut); (11) drainase lahan; (12) bendung dan bangunan air; dan (13) kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie, 2002).
Banjir disebabkan oleh dua kategori yaitu banjir akibat alami dan banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan seperti: perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman disekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusak hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat (Sebastian, 2008). Banjir menurut Sapirin (2003) adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuangan (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya. Banjir menurut Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah (2002) adalah aliran yang relatif tinggi dan tidak tertampung lagi oleh alur sungai atau saluran.
1. Penyebab banjir secara alami
a. Curah hujan
Indonesia mempunyai dua musim sepanjang tahun, yakni musim penghujan umunya terjadi antara bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April hingga September. Pada musim hujan, curah hujan yang tinggi berakibat banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka timbul banjir atau genangan.
b. Pengaruh fisiografi
Fisiofgrafi atau geografi fisik sungai seperi bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
c. Erosi dan sedimentasi
Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada sungai-sungai di Indonesia
d. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan.
e. Kapasitas drainasi yang tidak memadai
Sebagian besar kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir dimusim hujan.
f. Pengaruh air pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air yang tinggi, maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (back water).
2. Penyebab banjir akibat aktivitas manusia
a) Perubahan kondisi DAS
Perubahan kondisi DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, peluasan kota dan perubahan tataguna lainya dapat memperburuk masalah banjir, karena meningkatnya aliran banjir.
b) Kawasan kumuh dan sampah
Perumahan kumuh (slum) di sepanjang bantaran dapat menjadi peghamabat aliran. Masalah kawasan kumuh ini menjadi fakta penting terjadinya banjir didaerah perkotaan.
c) Drainasi lahan
Drainasi perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air tinnggi.
d) Kerusakan bangunan pengenadali air
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkat kuantitas banjir.
e) Perencanaan sistim pengendalian banjir tidak tepat.
Beberapa sistim pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar.
f) Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)
Penebangan pohon dan tanaman oleh masyarakat secara liar (illegal logging), tani berpindah-pindah dan permainan reboisasai hutan untuk bisnis dan sebagainya menajadi salah satu sumber penyebab siklus hidrologi dan terjadinya banjir (Sebastian, 2008).
2. BENCANA
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang menaggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat, disebabkan oleh faktor alam dan non alam maupun fakor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi.
i. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang sebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah lonsgor.
ii. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau ragkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
iii. Bencana sosial adalah beencana yaang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam, diakibatkan oleh manusia yang meliputi atau rangkaian antara kleompok antara komunikasi masyarakat dan terror.
Ada dua pandangan utama yang berkembaang pada masyarakat dalam melihat berbagai macam bencana yang sering melanda. Pertama, bencana adalah sebagai akibat dari perbuatan dosa dan pelanggrana terhadap aturan Tuhan yang semakin tidak terkendali. Bencana dianggap azab Tuhan. Kedua, bencana adalah murni fenomena alam dan tidak ada urusan dengan agama berupa dosa atau maksiat yang dilakukan oleh mansusia (Musthofa, 2008),
Bencana adalah sesuatu yang harus terjadi karena merupakan bagian dari prroses alamiah. Yang harus dilakukan manusia adalah membangun kesiapan individu dan institusional jika sewaktu-waktu bencana alam itu datang. Pendekatan lain dalam studi bencaana adalah menempatkan bencana sebagai bentuk dari perubahan sosial. Dalam hal ini bencana diliat dalam hubunganya dengan sejarah panjang dan evolusi umat manusia. Dengan menempatkan manusia dan masyarakat sebagai tumpuan analisis, letak persoalan bencana sebenarya pada alam melainkan bersumber pada ketimpnagan dan kerentanan yang ada di dalam itu sendiri. Peringatan, poteksi, pengetahuna, akses baik terhadap sumber–sumber material dan pengetahuan jaringan dan sumber-sumber bantuan dapat memitigasi (mengurangi) dalam kejadian alam dan meningkatkan kemampuan manusia untuk memulihkaan efek yang ditimbulkan. Dengan demikian manusialah yang ikut menentukan apakah sebuah kejadian alam menjadi bencana atau kejadian alam biasa (Indiyanto, 2012).
3. KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal adalah produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Budaya atau kebudayaan mengandung pemahaman perasaan suatu bangsa yang sangat kompleks meliputi pegetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan, dan pembawaan lain yang diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor, 1987). Kearifan lokal terdiri dari dua kata: “kearifan” (widsom) yang berarti kebijaksanaan dan “lokal” (local) yang berarti setempat. Sehingga secara umum dapat dipahami bahwa kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat (lokal) yang besifat bijaksanan, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota-anggota masyarakat (Sartini, 2004). Sedangkan menurut Ridwan (2007), kearifan lokal diartikan sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan besikap terhadap sesuatu, objek atau pariwisata yang terjadi dalam ruang tertentu.
Menurut Koentjaraningrat (1990: hal 5). Kearifan lokal dapat terwujud kedalam:
a. gagasan, ide, nilai, norma, peraturan
b. pola perilaku, kompleks aktivitas
c. artefak, kebudayaan, material dan benda hasil budaya
selain itu kearifan lokal dapat berwujud kedalam wujud nyata (tangible) dan tidak berwujud (intangible). Bentuk kearifan lokal yang berwujud nyata antara lain:
a. Tekstual
seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang dituangkan dalam bentuk catatan tertulis seperti dalam kitab trasisional primbon, kalender dan prasi atau tulisan diatas daun lontar.
b. Bangunan/arsitektur
c. Benda cagar budaya/ tradisional / karya seni
sedangkan menurut harfiah lokal yang tidak terwujud misalnya petuah yang disampaikan secara verbal dan turun-temurun yang dapat berupa nyayian dan kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisonal. Melalui kearifan lokal yang tidak berwujud inilah, nilai-nilai sosial disampaikan dari generasi ke generasi. Misalnya kearifan lokal yang mengandung etika lingkungan Sunda:
· Hirup katungkul ku pati, paeh teu nyaho di mangsa yang artinya segala sesuatu ada batasnya, termasuk sumber daya alam dan lingkungan.
· Kudu inget ka bali geusan ngajadi yang artinya manusia bagian dari alam, harus mencintai alam, tidak terpisahkan dari alam
Sebagai sistem pengetahuan lokal, kearifan lokal membedakan suatu masyarakat lokal yang satu dengan masyarakat lokal lainya. Kearifan lokal memiliki manfaat untuk :
1. Konservasi dan pelesatrian sumber daya alam
2. Mengembangkan sumber daya manusia
3. Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan
4. Petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan
Beberapa ciri kearifan lokal antara lain adalah:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan menakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan megintegrasikan unsur budaya luar dalam budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya
Menurut Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal didefinisikan sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk anatara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
3. KETANGGUHAAN MASYARAKAT
Berdasarkan PERKA BNPB NOMOR 1 TAHUN 2012 tentang pedoman umum desa/ kelurahan tangguh bencana, yang dimaksud dengan desa/ kelurahan tangguh bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali bencana ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencengahan, kesiapsiagaan, perngurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulih paska keadaam darurat. Pengembangan desa/kelurahan tangguh bencana merupakan salah satu upaya pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat. Pengurangan risiko berbasis masyarakat adalah segala bentuk upaya untuk mengurangi ancaman bencana dan kerentanan masyarakat, meningkatkan kapasitas yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Analisis Permasalaahn
Jawa Barat merupakan provinsi yang setiap tahunnya mengalami bencana banjir. Beberapa faktor mempengaruhi adanya bencana banjir tersebut, yakni dengan adanya sampah yang berserakan dan tentu curah hujan yang cukup tinggi. Permasalahan ini sering terjadi di sepanjang jalan menuju Garut Jawa Barat. Masyarakat sering mengeluh akibat adanya banjir yang terjadi di Jawa Barat. Permasalahan yakni curah hujan yang tinggi dan ada beberapa pusat pembuangan sampah sekaligus selokan terisi penuh dengan sampah, maka air meluap dan mengalir ke pedesaan ataupun ke jalan-jalan. Sehingga masyarakat resah dan tidak tenang dengan kehidupan dilanda banjir. Fungsi masyarakat tangguh dalam masyarakat yakni sebagai masyarakat yang aktif dalam berpartisipasi untuk melindungi masyarakat yang terkena bencana alam banjir. Tidak hanya sekedar membantu akan tetapi bagaimana masyarakat bisa membantu dan menolong untuk mengatasi depresi yang diderita oleh masyarakat itu sendiri. Tidak hanya satu kalangan saja akan tetapi dari mulai anak-anak hingga para orang tua yang mengalami bencana banjir.
Hal semacam ini perlu ditindak lanjuti dengan adanya solusi dari pemerintah Jawa Barat untuk mengantisipasi terjadinya banjir di Jawa Barat. Akan tetapi bencana banjir di Jawa Barat tidak mengaharuskan masyarakat mengandalkan dari bantuan pemerintah, sebagai masyarakat tangguh banjir bisa di atasi melalui kearifan lokal yang ada dalam masyarakat. Bencana banjir yang kemungkinan akan terus datang setiap tahun dan diakibatkan dari beberapa macam faktor, maka tugas dari masyarakat sekaligus pemerintah adalah untuk menanggulangi serta memenejemen bencana sehingga banjir bisa teratasi dengan baik. Salah satu bentuk permasalahan selain pembentukan DAS disungai yakni membuang sampah pada tempatnya. Banyak kasus yang menyebutkan bahwa sampah merupakan salah satu adanya permasalahan banjir datang yang kemudian membuat masyarakat rugi dalam hal materil ataupun non materil yang mana setiap banjir akan membuat masyarakat rugi dengan barang yang dimiliki. Banjir yang terjadi tidak hanya merusak dan memberikan dampak negatif kepada masyarakat akan tetapi terhadap alam yang seharusnya dijaga dan dipelihara bersama dalam membentuk alam dan kondisinya yang baik.
2. SINTESIS PERMASALAHAN
Jawa Barat memiliki kearifan lokal yang menjadi salah satu keunggulan masyarakat tersendiri. Kearifan lokal yang dimiliki oleh Jawa Barat tentu menjadikan masyarakat semakin cinta pada budaya. Hubungan antara kearifan lokal dengan bencana alam banjir ialah dengan menanggulanginya melalui kearifan lokal. Berdasarkan paparan diatas banjir sudah tidak asing bagi masyarakat karena sudah menjadi langganan di setaip tahunnya. Maka dari itu penulis menawarkan ide untuk menanggulangi banjir dalam masyarakat melalui kearifan lokal yang ada di Jawa Barat dengan cara memberikan fasilitas korban bencana alam banjir di posko-posko. Metode deskriptif-kualitatif menjelaskan kearifan lokal yang berada diprovinsi Jawa Barat salah satunya yakni seni nyanyian tradisional anak-anak atau “Ngawih/nembang murangkalih” dalam bahasa Sunda. Alasan mengapa menggunakan nyanyian anak-anak dikarenakan pada saat banjir terjadi dan masyarakat sedang melakukan penanggulangan, maka setelah satu hari anak-anak di berikan wejangan yakni nyayian di posko-posko. Banjir menyebabkan anak-anak mengalami depresi dikarenakan bencana yang melanda mereka dengan seketika. Yakni banjir bandang maupun hanya banjir biasa, akan tetapi bencana tersebut memberikan efek negatif terhadap prespektif psikologi pada anak.
Maka dari itu kearifan lokal dalam menangani bencana banjir melalui ketangguhan masyarakat melalui “ Ngawih murangkalih tradisional” yang mana akan terjun masyarakat tangguh seperti BAZNAS tanggap bencana, sukarelawan dan mahasiswa yang harus giat dalam membantu dan bergerak dalam bidang sosial. Setelah anak-anak di hibur melalui nyayian maka anak-anak tersebut terhibur dan dapat melupakan bencana serta menghindari tekanan depresi pada anak. Budaya yang terkandung didalam kearifan lokal tersebut mampu dihidupkan kembali saat benca datang sekaligus mengurangi depresi pada anak. Manfaat yang terdapat dalam kearifan lokal dan nilai budaya mampu diterapkan saat kondisi alam sedang bermasalah yakni adanya banjir. Berikut merupakan konsep dan ide dari penulis untuk di implementasikan pada saat bencana banjir melanda provinsi Jawa Barat.
Kerajinan merupakan salah satu
hasil karya budaya yang dihasilkan oleh masyarakat Jawa Barat seperti kerajinan
alat musik angklung, payung geulis, bordir, wayang golek dan kerajinan boboko.
Kerajinan yang dimaksud adalah kerajinan yang akan dibuat oleh masyarakat yang nanti
nya setelah di posko-posko kalangan orang tua bisa membuat kerajinan yang mempunyai
sifat budaya. Para orang tua yakni korban dari banjir di bawa ke posko untuk
diamankan oleh sukarelawan dan dirawat disana. Maka dengan adanya masyarakat
tanguh ialah para orang tua masih tetap membuat kerajinan dan hasil kerajinanya
dapat dijual dipasaran. Dari situlah ketangguhan masyarakat semakin terlihat
dengan adanya tindak lanjut dalam partisipasi masyarakat sendiri. Anak-anak dihibur
oleh mahasiswa atau sukarelawan yakni dengan musik tradisional serta menyanyi
lagu tradisional yang akan memudahkan dalam belajar, tidak hanya itu semua khas
anak-anak di Jawa Barat seperti permainan tradisional, tari tradisional dan
lain-lain diajarkan oleh tutor dari kalangan mahasiswa. Dua konsep tesebut
mempunyai objek yakni kalangan anak-anak dan orang tua, melalui kearifan lokal
yang dapat memelihara kebudayaan masyarakat Jawa Barat dalam meyelesaikan
masalah yakni bencana banjir.
Contoh konsep bencana alam banjir melalui kearifan lokal di Jawa Barat
http://www.ahlulbaitindonesia.or.id
Banjir yang terjadi di Jawa Barat
Mendirikan posko-posko
Anak-anak dihibur dengan menyanyi dan menari tradisional
Para orang tua membuat kerajinan tradisional
Berikut jadwal konsep untuk dilaksanakan saat berada di posko-posko:
Hari |
Tutor |
Materi |
1 |
Mahasiswa |
Perkenalan |
2 |
Mahasiswa |
Praktek nyanyi individu |
3-7 |
Mahasiswa
|
Praktek nyanyi bersama |
8 - selesai |
Baznas dan mahasiswa |
Pembuatan kerajinan Jawa Barat |
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Bencana merupakan salah satu musibah yang menggangu masyarakat atau penghidupan masyarakat. Bencana alam sering terjadi di Jawa Barat seperti bencana banjir. Banjir perlu di tanggulangi dengan cara menyelamatkan para korban dan di bawa keposko-posko. Kearifan lokal dan nilai budaya penting dalam menyelamatkan korban bencana banjir di Jawa Barat. Mayarakat tangguh yakni masyarakat yang kuat dan berpartisipasi dalam membantu masyarakat dalam menangani bencana salah satunya banjir. Masyarakat tangguh dapat menyelamatkan serta memelihara budaya serta kearifan lokal yang terdapat di Jawa Barat dan menerapkanya dalam kehidupan sehri–hari. Maka, masyarakat Jawa Barat yang dilanda bencana banjir akan di selamatkan oleh para Baznas, sukarelawan dan mahasiswa untuk di selamatkan dan di hibur dengan menerapkan aspek psikologi serta melesatarikan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang terdapat di Jawa Barat melalui “ Ngawih mungkalih tradisional” dan “ kerajinan budaya”.
5.2 SARAN
Saran
dari penulis yakni untuk selalu siap siaga menjadi masyarakat tangguh dan
tanggap serta berpartisipasi dalam masyarakat menuju terciptanya kemandirian
tidak hanya dari pemerintah akan tetapi masyarakat mandiri melalui kearifan
lokal dan nilai-nilai budaya dalam menanggulangi bencana alam banjir di Jawa Barat
melalaui “Ngawi mungkalih tradisional “ dan “ kerajinan tradisional ”.
REFERENSI
Agus Musthofa. 2008. “Mengubah Takdir”. Surabaya: Pedma Press. Hal 107.
Andi M. Akhmar dan Syarifuddin. 2007. “Mengungkapkan Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan, PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI dan Masagena Press”.Makassar.
Aryadi, N.M. 2011. “Kajian Alternatif Pengendalian Banjir di Tekad Mati”.(tesis) .Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Bandung. 2013. “ Murid SD Perlu Diberi Pelajaran Bencana”.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. “Bencana di Indonesia”.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa timur.2017.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 2. Nomer 2 Tahun 2011.
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat 2009.
Departemen Pekerjaan Umum.1992.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
Fitriindreawardhono.2012. “Sejarah Banjir Jakarta”. Cakrawaala, dalam http://fitriwardhono.wordpress.com/2012/04/04.
Indiyanto, Agus dan Arqon Kuswanjo. 2012. “Respon Masyarakat Lokal Atas Bencana”.Bandung:Mizan. Hal: 31-31.
Kemdikbud. 2016 “Analisis Kearifan Lokal Ditinjau dari Keberagaman Budaya”. Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan”.Jakarta.
Kemdikbud. 2016. “Pemberdayaan dan Kebudayaan”.
Kompasiana.2012. Banjir Jakarta; “Sejarah Dan Kontroversinya”. 04 Desember 2012. diakses dari http://green.kompasiana.com/polusi/2012/12/04/kontroversi-sungai-ciliwung-dan-kampung-deret-505058.html.
Kompasiana. Diakses 24 Desember 2017 pukul 10.30 WIB.
Koentjaraningrat.1990. “Pengantar Ilmu Atropologi”. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Kodoatie, Robert, J dan Roetam Sjarief .2006: “Pengelolaan Bencana Terpadu”. Penerbit: Yarsif Watampone. Jakarta.
Maridi. 2015.“Mengangkat Budaya dan Kearifan Lokal Dalam Sistem Konservasi Anak dan Air”. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Pradipta, Langga. 2015. “Membangun Ketangguhan Masyarakat Terhadap Bencana Alam Melalui Praktik Kearifan Lokal di Sumatera Barat”. Riset Kebencanaan (LIPI).Yogyakarta.
PDSPK.Kemdikbud Statistik Kebudayaan. Jakarta. 2016.
PERKA (Peraturan Kepala) Badan Nasional Penanggulangan Bencaan Nomer 1 Tahun 2012. “Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana”.
Rosyidie, Arief. 2013. Banjir: “Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari Perubahan Guna Lahan”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol.24.No 03,Desember 2013.Hal.24-249.
Ridwan, N.A. 2007. “Landasan Keilmuan Kearifan Lokal P3M Stain”. Purwokerto.Vol.5 Januari-Juni.2007.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2007.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebastian, Ligal.2008. “ Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir”. Jurnal Teknik Sipil. Vol.8. Nomor 2. Hal 162-169.
Gambar:
http://www.ahlulbaitindonesia.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar