LOMBA ESSAY SE-MADURA
BEM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2018
CLASS OF BAHASA (COB) SEBAGAI WADAH GENERASI LITERASI UNTUK SISWA PUTUS SEKOLAH DI KABUPATEN SAMPANG
DISUSUN OLEH :
MUNA ALFADLILAH (150511100017)
NAHDLIYATUL MAHMUDAH (150621100071)
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2018
Pendahuluan
Dewasa ini, perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern, ditambah dengan perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur budaya masyarakat membuat adanya keharusan bagi masyarakat dunia khususnya Indonesia untuk mengadakan upaya kontekstualisasi bangunan- bangunan budaya masyarakat dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, sistem pendidikan di Indonesia harus melakukan upaya-upaya konstruktif agar tetap relevan dan mampu bertahan (Setiawan, 2012).
Suatu tantangan terbesar bagi institusi pendidikan Indonesia adalah perannya dalam upaya pembentukan sumber daya manusia yang tersusun dari aspek intelektual dan spiritual yang seimbang. Pendidikan menjadi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Kualitas pendidikan yang baik akan membentuk peserta didik yang baik pula, sebaliknya bangsa yang mundur adalah bangsa yang mengabaikan ilmu dan meremehkan ilmuannya. Pendidikan sendiri dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 mempunyai pengertian usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya.
Masalah pendidikan adalah masalah hidup dan kehidupan. Proses pendidikan berada dan berkembang selaras dengan perkembangan manusia itu sendiri. Bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu dan tidak bisa dipisahkan (Rohman, 2013). Belajar atau menuntut ilmu merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tanpa berilmu, manusia sulit untuk melakukan segala hal. Pendidikan pada hakikatnya adalah bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada peserta didik baik bawaan dari lahir maupun bentukan dari lingkungan. Potensi-potensi yang ada tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan bangsa. Selain itu, potensi yang ada dalam diri peserta didik ini, diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mempersiapkan kehidupan di masa mendatang dan dapat memberi manfaat bagi bangsa Indonesia. Melihat hal ini, pendidikan tentunya menjadi kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat manusia. Tanpa pendidikan mustahil manusia dapat berkembang dan dapat bersaing dengan tuntutan perkembangan zaman.
Indonesia tercatat sebanyak 2,5 juta anak tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan, yakni sebanyak 600 ribu anak usia Sekolah Dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) (UNICEF, 2016). Untuk mengatasi masalah siswa putus sekolah, dibutuhkan sebuah wadah potensi guna sebagai tindakan berkelanjutan agar mengurangi persentase desa maupun kota tertinggal. Dilansir dari Republika.co.id, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat setidaknya masih terdapat tujuh masalah yang harus segera diselesaikan pemerintah untuk mewujudkan nawacita bidang pendidikan. Salah satu permasalahan yang menurut penulis sangat perlu dibahas dalam dunia pendidikan Indonesia yaitu semakin melemah dan merendahnya budaya literasi masyarakat Indonesia. Dikutip dari AntaraNews.com bahwa Duta Baca Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Najwa Shihab mengatakan jika minat membaca masyarakat Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara yang lain, berdasarkan hasil survei dan studi yang dilakukan oleh Most Littered Nation In the World pada tahun 2016 Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara yang dinilai berdasarkan minat baca masyarakatnya. Sedangkan survei dari UNESCO menyebutkan prosentase minat baca anak Indonesia hanya 0,001%, artinya dari 10.000 anak bangsa hanya satu orang yang senang membaca (Kompas.com).
Madura merupakan salah satu pulau yang memiliki empat kabupaten yang pendidikannya masih kritis. Rendahnya pendidikan dikarenakan sebagian besar siswa tidak meneruskan jenjang sekolah yang lebih tinggi, dan juga karena memiliki kualitas ekonomi yang masih minim. Anak-anak di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Siswa yang putus sekolah tercatat hingga 1.302 (Kemedikbud, 2015). Hal ini dapat menyebabkan kualitas pendidikan di kota Sampang tertinggal. Rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7-12 tahun mencapai 0,67 % atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21 % atau 209.967 anak; dan usia 16-18 tahun mencapai 3,14 % atau 223.676 anak. (BPS, 2013). Hal tersebut dilansir karena masalah ekonomi keluarga yang rendah yang akhirnya membuat siswa tidak melanjutkan sekolah.
Masalah lain yang harus diatasi di Madura yaitu minimnya lapangan kerja yang dapat menyerap Sumber Daya Manusia (SDM), akhirnya angka putus sekolah meningkat dari tahun ke tahun. Banyak orang tua yang sudah tidak sanggup lagi membiayai anak-anak mereka. Untuk mengatasi masalah tersebut tidak cukup mengandalkan intansi-intansi yang ada. Jalan keluar yang dapat dilakukan yaitu dengan merangkul dan mengumpulkan siswa-siswa yang putus sekolah untuk melakukan pengajaran dengan menerapkan program melalui COB (Class of Bahasa) untuk dijadikan wadah bagi siswa yang putus sekolah dengan mengutamakan minat siswa dalam bidang literasi.
Pembahasan
Program yang digagas adalah COB (Class of Bahasa), jadi kelas bahasa ini adalah program yang tujuannya menjadi wadah bagi anak-anak di Sampang yang mana memiliki kelas ekonomi yang tergolong tidak mampu untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Diawali dengan pemahaman COB yang akan di laksanakan di kota Sampang. Kebanyakan masyarakat cenderung kurang kritis dalam menanggapi suatu hal. Di Sampang banyak siswa yang putus sekolah akhirnya menjadi pengangguran dan tidak memiliki kegiatan, padahal mereka berhak atas pendidikan. Sebagai mahasiswa yang memiliki kewajiban untuk melakukan perubahan (agent of change), memperbaiki (man of analysis) cara pandang, dan pemahaman masyarakat (social conrol). Perlu adanya sosialisasi lebih luas kemudian dilanjutkan dengan realisasi dikarenakan akan mengumpulkan siswa yang berada di Sampang tidak mudah, dibutuhkan statregi kuat dalam hal tersebut.
Sebagai gambaran pada konsep COB akan diadakan sosialisasi terlebih dahulu terhadap masyarakat bahwasanya akan dilaksanakan konsep ini. Sebelum memasuki pembelajaran materi akan dibagi dalam beberapa kelas seperti SMP dan SMA. Dalam hal ini semua siswa bisa berkumpul sesuai kelas yang seharusnya mereka dapatkan di bangku sekolah. Dalam satu kelas sekitar 1-30 orang sehingga siswa bisa serentak mengikuti pembelajaran.
COB ini akan dibagi menjadi 4 tahapan kegiatan, 1) Baling Pintar (Baca Keliling Pintar), yakni suatu program yang mana didesain seperti perpustakaan berjalan, akan tetapi Baling Pintar ini dikemas dengan inovasi yang berbeda, yakni dengan menggunakan sepeda ontel yang sudah dilengkapi dengan gerobak sederhana guna memuat buku-buku. Buku-buku ini didapat dari para relawan. 2) CaBe (Cerita Bersama), tahap ini dimana ketika anak sudah melewati tahap membaca, akan diadakan sebuah sarasehan rutin untuk diskusi buku bersama, melingkar membentuk sebuah forum untuk sharing hearing dan bercerita mengenai isi buku yang telah dibaca oleh tiap anak. Tujuannya adalah untuk menambah ilmu meski belum membaca buku tersebut, jadi diskusi ini sangat efektif untuk membuat siswa memiliki pengetahuan lain selain dari membaca, kemudian nilai sikap juga didapat, yakni melatih anak untuk berani tampil percaya diri di depan, juga saling menghargai kepada temannya yang sedang mengulas apa yang telah dibaca. 3) TuBer (Tulis Bersama), tahap ini adalah anak-anak diharuskan menulis review mengenai cerita yang dibacakan oleh temannya sesuai undian yang didapat mengenai cerita apa yang harus direview. Jadi tahap ini guna membuat anak-anak diposisikan untuk selalu konsen dalam menyimak secara saksama, 4) PuTra (Purnama Sastra), tahap ini menjadi acara puncak dari beberapa tahap yang sudah dilalui sebelumnya, jadi pada tahap purnama ini seperti sistem pembagian rapot dan perpisahan. Pada purnama sastra akan dibacakan anak-anak yang paling aktif dan berprestasi selama proses pembelajaran, kemudian akan ditampilkan beberapa penampilan seperti membaca dongeng, baca puisi, dll.
Program ini kiranya berlangsung selama enam bulan atau sama dengan satu semester dalam sistem pendidikan, setiap tahap dilakukan selama tiga bulan hingga menuju tahap kempat sebagai puncaknya untuk memberikan apresiasi dan motivasi lebih kepada anak-anak yang berprestasi. Program ini menjadi titik awal bagi para pemimpi masa depan khususnya anak-anak di Sampang yang memiliki ekonomi rendah yang sekiranya tidak mampu disekolahkan oleh kedua orang tuanya, setidaknya program ini menjadi wadah dan tempat bagi mereka khususnya dalam bidang literasi yang kini sedang marak untuk digalakkan. “Buku adalah jendela dunia” hal itulah yang patut dijadikan semangat dan prinsip bagi anak-anak di Sampang jika hal yang harus mereka perbanyak lakukan untuk mengenal dunia adalah dengan membaca, dan hal yang harus mereka perbanyak lakukan untuk dikenal dunia adalah menulis. Jadi program ini bertahap dalam mengajarkan dan mendidik anak-anak untuk paham akan dunia literasi, mulai dari gemar membaca, hingga mampu mengekspresikan hasil bacaannya melalui bercerita, dilanjutkan dengan diabadikan melalui tulisan, dan pada akhirnya ditampilkan sebagai puncak apresiasi hasil belajar anak-anak selama enam bulan.
Program ini tidak muluk mengenai biaya, buku-buku dapat didapatkan dari penggalangan atau donasi dari mana saja, kemudian dibukalah pendaftaran bagi calon relawan yang mampu dan andal dalam bidang literasi, serta memiliki komitmen yang kuat untuk bersama . Di Madura banyak terdapat para penyair dan sastrawan yang mumpuni di bidang ini, bahkan dari kalangan mahasiswa juga banyak yang sudah menelurkan karyanya. Hal ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk saling berbagi dan menjadi patner yang bagus dalam bidang literasi. Kemudian kerja sama juga dilakukan dengan masyarakat sekitar Sampang dan pihak terkait desa tersebut mengenai pelaksanaan program ini. Sosialisasi perlu dilakukan sebelumnya, agar masyarakat dan anak-anak paham untuk apa program ini diadakan dan dilaksanakan, yakni tidak lain memberikan kesempatan kepada mereka yakni anak-anak di Sampang yang tidak mampu merasakan pendidikan formal di bangku sekolah, maka akan dirangkul dan diajak untuk belajar bersama melalui program COB ini. Bukan tidak lain program ini akan menjadi tempat berproses anak-anak untuk mampu setara bahkan lebih dengan anak-anak yang merasakan pendidikan formal di bangku sekolah. Sejatinya krisis ekonomi bukanlah menjadi hambatan dan alasan untuk seseorang tidak belajar, hanya motivasi kuat yang mampu mendorong anak-anak untuk lebih semangat dalam belajar, khususnya dalam bidang literasi. Karena sebagian besar orang besar, kunci susksesnya adalah dengan membaca.
Penutup
COB sebagai wadah potensi sekaligus mendidik dan merangkul siswa yang tidak melanjutkan sekolah, untuk pendukung lain yaitu orang-orang yang ahli dan mumpuni dalam bidang literasi yang akan diajarkan ke siswa nantinya. COB memiliki konsep mudah dilaksanakan dan diterapkan, serta dapat mendukung ekonomi masyarakat dengan menfasilitasi anak-anak yang kurang mampu untuk belajar dan mewadahi potensi yang ada dan mereka miliki. Dengan COB yang diterapkan terhadap siswa telah diarahkan pada materi dalam bidang literasi yang akan mengahasilkan generasi yang melek baca tulis, sehingga diharapkan dapat berpotensi guna untuk pembangunan berkelanjutan di Sampang.
Dengan mengembangakan konsep COB ini diharapkan meningkatkan gemar literasi pada anak-anak di Sampang yang tidak lain bertujuan untuk menekan angka pengangguran siswa yang tidak melanjutkan sekolah, dan meningkatkan ekonomi masyarakat Sampang sendiri melaui bantuan masyarakat dan para relawan yang mau berkomitmen untuk menjadikan COB ini sebagai wadah dan salah satu upaya untuk anak-anak dapat berkembang dan berproses sama dengan anak-anak yang menempuh pendidikan pada umumnya, serta melalui COB ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi para pengangguran di daerah Sampang, khususnya bagi anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Setiawan. 2012 Pengembangan Pembelajaran Aktif dengan ICT. Yogyakarta : Skripta Media Creative.
BPS.2013. Jawa Timur Dalam Angka .Surabaya
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003
Kemendikbud. Anies Baswedan. 2015
Muhammad Rohman. 2013. Strategi & Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.
UNICEF.2016. Indonesia Dalam Angka.Jakarta
www://Republika.co.id tentang Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Diakses Pada tanggal 15 Mei 2018 Pukul 08.00 WIB.
www://kompas.com diakses pada tanggal 14 Mei 2018 Pukul 15.00 WIB
www://antaranews.com diakses pada tanggal 14 Mei 2018 pukul 20.00 WIB